Sunday, November 05, 2006

Bagaimana dengan Khilafiah

Perlukah “Khilafiah” itu diperbincangkan ? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu masing-masing pihak ada kesadaran dan keihlasan untuk membuka tutupan-tutupan yang menyelimuti hatinya. Karena ada yang memahami bahwa bila perbedaan yang tidak prinsip sebaiknya kita bangun dengan kebersamaan, karena krikil2 kecil ini biasanya ada yang mengompori supaya kita umat Muslim selalu "gontok-gontokan" Demi persatuan dan kerukunan sebaiknya masalah klilafiyah jangan diterangkan.

Memang bila hanya adu argumentasi tidak bakal ketemu titik persamaannya. Maka sadarilah bahwa persatuan yang demikian ini, hanya menguntungkan bagi pihak yang mempunyai kepentingan di dalamnya. Karena kompromi yang mereka ciptakan hanyalah sebagai alat untuk mengalihkan perhatian saja.

Bila tidak waspada, dengan adanya maksud-maksud untuk mengambil alih kekuasaan asset TELKOM melalui kaki tangan mereka, maka pihak competitor sudah lama berjaya mengambil alih infra struktur kita. Dengan cara menciptaka khilafiah pada kalangan lawan mereka. Maka jelaslah, bahwa khilafiah yang ada harus diluruskan. Para pejuang-pejuang SEKAR, bila mereka tidak berhasil maka mereka tidak juga berhenti berjuang walaupun sampai pada titik darah penghabisan akan mereka lakoni. Sampai-sampai menghadap ke tingkat puncak pimpinan pemerintah dan alhamdulillah akhirnya kekhilafan-kekhilafan yang terjadi dapat dikikis habis sampai ke akar-akarnya. Sehingga selamatlah eksistensi asset bangsa.

Allah Subhanallahu wa Ta’allah terkait dengan khilafiah telah mengcounter melalui firman-Nya, pada surat 59 (Al Hasyr) ayat 14.

“…….. kamu kira mereka itu bersatu, tapi (sebenarnya) hati-hati mereka berpecah belah. yang demikian itu dikarenakan mereka adalah kaum yang tidak mengerti.”

Persatuan tetap dalam tekanan seperti yang dialami orang Arab Quraisy pada zaman Jahiliyah semacam yang diisyaratkan pada dari ayat diatas, maka dapat kita ambil pengertian, bahwa tidak semua persatuan membawa kemaslahatan umat. Bersatu atau rukun tapi berselisih, identik dengan kawin paksa. Dengan mahar atau mas kawin yang mahalpun tidak membawa pada kebaikan.. Peringatan Allah Subhanallahu wa Ta’allah pada umat Islam yang mengambil pelajaran pada Nabi Musa as. Dalam menghadapi raja Fir’aun Pharao setelah Nabiullah Musa berpisah kaum Fasiqin, beliau menghindar diri dari rangkulan lawan yang melumpuhkan perjuangan dalam membela yang haq (Islam), beliau menjauhi persatuan yang merugikan. Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran, 118. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan sahabat karibmu selain dari kalanganmu sendiri, mereka selalu saja (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.

Dalam situasi yang demikian Nabiullah Musa berdo’a yang tercantum dalam surat Al Ma’idah ayat 25:

Berkata Musa: "Hai Tuhanku, sesungguhnya aku tidak memiliki (tidak sanggup mengurus) kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Maka dari itu pisahkanlah antara aku dengan kaum yang Fasik itu".

Demikianlah contoh, yang sepatutnya umat Islam mau mentauladani atas peristiwa penghindaran persatuan namun dalam keadaan tekanan dan kefasikan.

Ketahuilah, bahwa persatuan bukanlah merupakan tujuan tapi persatuan adalah dampak atau hasil dari saling keterikatan. Jangan persatuan ibarat air dalam bak, tapi bersatulah ibarat air mengalir menuju muara. Bersatu dan kerukunan yang terbentuk wadah tanpa ada gerak akan menimbulkan wabah penyakit yang membahayakan.

Persatuan yang haqiqi hanya terwujud pada kalangan orang-orang yang mempunyai persamaan visi kedepan. Yaitu pada komunitas yang bersendikan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Nasrul Haq bil haq, bukan dengan banyaknya kebijakan tanpa landasan yang benar. Agama Islam di nomor duakan demi persatuan dam mengikuti kemauan orang perorang atau golongan. Sebagaimana agama Islam adalah agama Tauhid yang hanya tunduk pada Syariat yang diciptakan Allah Subhanallahu wa Ta’allah saja. Selain hal itu, tidak akan dapat taat dan tunduk pada Allah SWT, bila kemusyikan terjadi dari akibat membela kelompok; organisasi maupun golongan. Sebaiknya persatuan yang dibentuk atas dasar ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Kita cermati benar-benar, bahwa dalam Al Qur’an tidak ada perintah dengan kata-kata: Bersatulah atau Rukunlah, namun yang kita dapati adalah kata-kata Jangan bercerai-berai. Makna dari bercerai-berai adalah bila seseorang telah meninggalkan tujuan dari suatu kelompok. Sehingga tidak melepaskan tali ikatan yang bibuat guna mengikat atau disebut dengan aqidah. Sebagaimana firman Allah Subhanallahu wa Ta’allah dalam surat Ali Imran 103, berbunyi:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, “

Persatuan bukanlah menutup mata akan perbedaan, tetapi persatuan merupakan penegasan dari titik pertemuan dari segala pendapat dan perselisihan yang terjadi. Perbedaan pendapat memeng selalu ada, namun perselisihan akan sirna dengan adanya kerelaan dari masing-masing untuk mendapatkan titik temu atas keridhaan Allah Subhanallahu wa Ta’allah. Sebagaimana firman-NYa dalam surat Hud ayat 118;

“Jikalau Tuhanmu menghendaki untuk menjadikan manusia umat yang satu padu, tapi tidak ada hentinya mereka berselisih pendapat; kecuali orang-orang yang mendapat rahmat Tuhanmu (berupa kerukunan)”

Persatuan hanya akan terwujud dalam kalangan yang mempunyai persamaan visi dan misi dalam membela kebenaran Agama Allah Subhanallahu wa Ta’allah dengan jalan yang benar. Dalam arti satu aqidah tidak bertentangan dan berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadits yang betul - betul sahih.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home