Thursday, December 14, 2006

“kembang, kumbang dan kambing”

Alam terkembang dapat dijadikan guru, pepatah Minang mengajarkan, bahwa "Dari alam sekitar kito dari apo yang kito tengok, banyak pulo yang dapek kito kaji"

Ketika kumbang dan kambing, berada di alam berpanorama nan indah bak taman dengan penuh kembang bertebaran, akan berlaku sebuah keniscayaan alam. Kumbang menjalankan peran dan fungsinya, beterbangan kesana kemari membantu pada kembang melakukan penyerbukan sari dan putik bunga untuk melestarikan kelangsungan hidup tanaman. Sedang kambing akan menjalankan perannya, memakan daun dan kembang yang mekar dengan indahnya, tapi kambing juga membuat kotornya di sekitar keindahan alam. Tahi kambing tak sia-sia punya manfaat bagi kesuburan tanah. Sudah menjadi sunnatullah, bahwa memang demikianlah sifat kumbang maupun kambing, bila menjumpai tanaman yang penuh bunga, akanlah rusak dilalapnya. Namun ada pula yang berperan sebagai pelestari kondisi alam. Tak kesah kambing merasa kasihan pada daun dan bunga yang menjadi rusak, taman menjadi kotor karenanya..Namun demikianlah hakekat kehidupan yang biasa disebut dengan eko system.

Di antara kembang, kumbang dan kambing sebagai mata rantai kehidupan. Masing-masing mempunyai peran dan fungsi. Tak akan sampai pula, kumbangpun telah lelah kemudian berhenti untuk menebarkan serbuk sari bunga, untuk kemudian berganti profesi menggantikan kambing. Allah Subhanallahu wa Ta’allah tak sia-sia menciptakan setiap mahluk. Termasuk juga manusia adalah mahluk utama, tidak ada antara satu dan lainnya yang tidak mempunyai peran dalam kehidupan dunia seperti dalam firman-Nya Srt Tiin ayt 4: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebagus-bagus rupa” Akan tetapi lantaran tidak mau mengerti akan perannya, maka jadilah mahluk yang durhaka. Pada ayat berikutnya (Srt Tiin ayt.5) mengiyaratkan: “Kemudian Kami kembalikan dia ke derajat yang serendah-rendahnya (masuk neraka),”

Kalau kita cermati atas dua ayat di atas, bahwa Allah Subhanallahu wa Ta’allah tidak memandang pada setiap manusia itu tidak mempunyai status sedikitpun, seperti dalam Srt Al Mu'minuun115. “Maka apakah kamu mengira, kalau sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu (mengira) tidak dikembalikan kepada Kami”
Kemudian surat Qiamah ayat 36, memperingatkan pada kita bahwa: “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja tanpa guna?(dgn sia-sia)”

Allah Subhanallahu wa Ta’allah dalam menciptakan makluh tanpa kesia-siaan, masing-masing mempunyai peran dan fungsi. Dokter, tukang telepon, Cleaning Service atau Cutomer Service, Manager hingga Direktur Utama tidak ada perbedaan di sisi Allah Subhanallahu wa Ta’allah. Sepanjang dia mengetahui harga dirinya sebagai manusia maka dia dipandang sangat berharga dihadapan Allah SWT.

Tapi seperti kata filsafat kuno, menyebutkan manusia dengan istilah "Homo ludens" (makhluk yang senang bermain), karena bermain, merupakan salah satu karakter dasar manusia, dari usia kanak- kanak, dewasa hingga tua bangka masih saja suka pada permainan dunia. Menurut firman-Nya Srt 29. Al 'Ankabuut, 64: "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain daripada permainan dan senda gurau belaka. Karena sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi yang mau menyerah." Manusia saat asyik bermainan dari pagi hingga larut malam, dia lupa akan perannya hingga dia lupa akan kampuang akherat.
Allah Subhanallahu wa Ta’allah berfirman dalam surat 91 Asy Syamsi ayat 7-9, demikian:
‘- Maka (Allah) telah menunjukkan (agama) kepada jiwa (jalan) kejahatan dan (jalan) kebaikan.
- Sesungguhnya telah beruntunglah orang yang mensucikan (jiwanya),
- Dan sungguh telah merugilah orang yang mengotori (jiwanya).”

Tuesday, November 07, 2006

Pasang Surut ajaran umat Islam di Indonesia

NU dan Muhammadiyah keduanya sebenarnya adalah satu rumpun dan satu jiwa, Keduanya mempunyai cita-cita mulia, yaitu mengembalikan ummat kepada ajaran murni Islam walaupun dalam misi; metode dan sasaran mereka agak berbeda. Dua organisasi Islam besar di Idonesia ini pada awal dakwahnya mempunyai ciri masing-masing pada metode maupun sasarannya. Mari kita coba telaah, kilas balik sejauhmana warna mereka sesuai pasang surutnya perkembangan jaman. Bukan bermaksud untuk mendiskreditkan kekompok-kelompok tertentu yang tidak ada manfaatnya, namun bagi kita mengkaji merupakan tujuan utama untuk mencari kesempurnaan hidup yang dilandasi atas kebenaran. Selain kedua kelompok besar tadi masih banyak lagi kelompok atau wadah yang identik dengannya, diantaranya adalah kelompok Padri di Minang; Persis dari Bandung atau Al Irsyad dari Batavia dlsb.

Visi dan misi dari gerakan yang mereka emban terlahir atas dasar obsesi untuk mengembalikan umat pada kemurnian ajaran Islam, juga sebagai respon terhadap semakin gencarnya misi zending (kristenisasi) di bawah kekuasaan pemerintah Belanda sampai jaman sekarang ini; Melalui media pengajian; pendirian pesantren; madarasah atau sekolah; rumah sakit; panti asuhan dan tempat-tempat pelayanan sosial lainnya yang dimulai pada saat zaman colonial dulu. Para pendirinya sangat menyadari apabila perkembangan tidak diimbangi dengan kemampuan akademisi, maka umat Islam makin lama semakin ketinggalan dan dibodohi penjajah. Mereka dalam visi penyusupan ajaran kedalam pemahaman umat telah diprakarsai oleh kelompok orentalis. Dengan tujuan memporak porandakan ajaran Islam kepada ummatnya. Seperti siasat yang telah dikembangkan oleh Snouk Hugronye atau Van der plas. Mereka para orentalis dalam penyampaiannya, dengan berpura-pura menjadi kyai berpakaian ala Aa Gim dengan mengadu domha umat Islam. Sambil menangis bak pemain watak, di atas mimbar meratapi seseorang yang telah meninggal apabila tidak diadakan slamatan atau tahlilan. Dengan ucapannya: “Hi, hi, hiiiii… saya kasihan orang meninggal kok seperti bangkai saja. Tidak ada penghormatan pada mereka.” Sambil berkali-kali menangis sedu sedan. Namun di lain tempat mengatakan, bahwa memang benar orang meninggal tidak perlu diadakan selamatan. Dst dengan berbagia cara dalam mengadu domba.

Dari kondisi obyektif masyarakat Indonesia tersebut mendorong para ulama seperti: K.H. Ahmad Dahlan; K.H. Hasim Asy'ari; KH Ahmad Hasan Bandung untuk merealisir visi dan misi yang mulya yaitu kembali pada Allah Subhanallahu wa Ta’allah dan Rasulullah SAW.

RIWAYAT PARA PENDIRI

NADHATUL ULAMA yang artinya adalah Kebangkitan para Ulama. NU lahir dari kesepakatan para kyai pada masa kolonial Belanda. Pada tanggal 16 Rahab 1344 H (13 Januari 1926) dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai pimpinan tertinggi atau Rias Akbar. Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi yang dibentuk, maka K.H. Hasim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi dan juga merumuskan Kitab I'tilaq Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittoh NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam keorganisasiannya. Umumnya perkembangannya mereka terkait erat dengan dunia orang bawah dan pesantren yang merupakan pusat pendidikan pemurni dan cagar budaya umat Islam saat itu. Tak pelak lagi pada abad 20 Tebuireng merupakan pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku 'Tradisi Pesantren', mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syekh (tuan guru besar) kepada Kiai Hasyim. Kemampuannya dalam ilmu hadits diperoleh dari guru beliau, Syekh Mahfudh at-Tarmisi di Mekkah. Selama 7 tahun KH Hasyim berguru kepada Syekh yang berasal dari Pacitan. Disamping Syekh Mahfudh, KH Hasyim juga berguru ilmu pada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabau. Jangan heran bila Kyai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah seperguruan dengan KH Hasyim Asy'ari yaitu pada Syekh Mahfudh dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabau.

Sebagai ilustrasi saja, bahwa Kyai atau Mbah Cholil adalah guru dari K.H. Hasyim Asy'ari yang juga para tokoh NU generasi awal umumnya pernah berguru kepada beliau di Pesantren Kademangan, Bangkalan Madura. Pada masa decade berikutnya, di setiap bulan Ramadhan Kiai Hasyim punya 'tradisi' menggelar kajian hadits Bukhari dan Muslim selama sebulan suntuk untuk membahas kebidahan, kekurafatan dan kesyirikan yang dilakoni umat Islam. Ternyata Mbah Cholil yang dulunya sebagai guru beliau, mendatangi pondok dan ikut ngaji ke Kyai Hasyim, inilah apa kata petuah dari Hatim al-Ashamm, berbunyi: ” Undzur maa qoola, wa laa tandzur man qoola, Lihatlah apa yang dikatakan (seseorang) dan jangan melihat siapa yang menyampaikan?, Di kemudian hari dari Pondok Tebuireng telah banyak mencetak tokoh dan ulama besar di jamannya. Diantaranya adalah KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syamsuri, KH. R. As'ad Syamsul Arifin, Wahid Hasyim (anaknya) dan KH Achmad Siddiq yang sebenarnya mereka konsen terhadap kemurnian ajaran Islam.

MUHAMMADIYAH; Dari segi bahasa, Muhammadiyah artinya pengikut Muhammad SAW. Pengertian ini sangat luas sehingga seluruh umat Islam dapat dikatakan Muhammadiyah. Namun dari segi istilah, Muhammadiyah adalah wadah yang diprakarsai oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan maksud agar umat Islam Indonesia melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW. Historikal pendiriannya tidak sama dengan LDII /Lemkari/Islam Jama’ah atau Darul Hadis oleh Nurhasan Ubaidah Lubis. Sebab misi awalnya jauh berbeda coba anda pelajari bagaimana asal muasal berdirinya dan sekaligus pendirinya. Qanun Asasi atau Anggaran Dasar Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar ma'ruf nahi munkar beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, yang didirikan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M di Negeri Yogyakarta Hadiningrat (Daerah Istimewa Yogyakarta).

PERSIS atau Persatuan Islam Pada tanggal 12 September 1923 bertepatan dengan tanggal 1 Shofar 1342 H, ada sekelompok pengajian Al Qur’an yang diikuti oleh para pedagang yang berasal dari Palembang yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus dengan pengikutnya tidak lebih dari 20 orang saja yang kemudian secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama "Persatuan Islam" (Persis). Nama Persatuan Islam ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad; berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam. Ide filsafat dari konsepsi persatuan pemikiran, rasa, suara, dan usaha Islam.

AL-IRSYAD; Pada tanggal 6 September 1914 atau 15 Syawal 1332, Umar Manggus tokoh orang Arab bersama para karibnya mendirikan madrasah al Irsyad - al Islamiyyah. Mereka menunjuk seseorang dari Sudan bernama Achmad Soerkati untuk mengelolanya. Melalui Achmad Soerkati yang juda sebagai pengajar selalu mendakwahkan kebenaran dengan mengkoreksi kepercayaan dan praktik agama yang salah dan yang telah mengakar di masyarakat Islam. Petilasan buku karangan Achmad Soeketi berjudul Hadis-hadis Lemah dan Palsu pada tahun 1930-an dan yang telah disunting oleh Prof. KH Ali Mustafa MA dari siaran berkala pada majalah al-Dzakirah al Islamiyyah.

PASANG SURUT AJARAN UMAT ISLAM

Awal pendirian setiap organisasi mempunyai tendensi yang sama, yaitu mengajak ummat kembali pada ajaran murni dengan jalan beramar makruf nahi munkar. Agar umat dapat mencounter atau membendung misi zending dari kaum orentalis, secara informal para ulama pendiri organisasi telah sepakat untuk mengembalikan umat Islam pada kemurnian ajaran agamanya. Dimulai dari masing-masing lingkungannya. NU sebenarnya sama persis dengan kelompok lain baik itu Muhammadiyah; Pesis maupun Al-Irsyad. Sesuai dengan berputarnya waktu dan perkembangan zaman. Karena masing-masing mempunyai kelompok; ruang lingkup dan media yang berbeda pada akhir perkembangan mereka mempunyai corak yang berlainan dan sangat mencolok perbedaannya. Misalnya pada tubuh NU karena sasaran awal melalui masyarakat pinggir tentu budaya dan cara pikirnya berbeda dengan Muhammadiyah yang mempunyai komunitas masyarakat menengah kaatas. Dakwah NU pada awalnya tanpa ada semacam konggres atau muktamar, tapi berjalan secara alami dari para ulama-nya dalam menyampaikannya. Sehingga hanya ada panduan kongkrit berupa khittoh yang kadang hanya difahami oleh ulama pada layer atas saja. Lain halnya dengan Muhammadiah yang mempunyai panduan hasil kesepakatan berupa keputuusan. Karena sasaran awal pada mayarakat bawah dengan prinsip kesabaran, lambat asal dapat. Maka tak ayal NU tidak nampak berkesan seperti pada Muhammadiyah, karena Muhammadiyah sasaran awalnya adalah golongan masyarakat menengah keatas dengan mudah mengumpulkan pengikutnya membuat kesepakatan yang berupa. ketetapan atau semacam juklak praktik yang disebut “Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah”.

Sebenarnya ajaran Islam yang telah didakwahkan sedikit demi sedikit sudah mulai diterima umat, namun seiring dengan perkembangan jaman telah mengalami degradasi. Mereka saat ini bisa dikatakan mulai terkontaminasi pemikiran-pemikiran baru. Kalau boleh dan masih dianggap etis kita sebut saja ajaran mereka sudah mulai berubah. Pada NU jelas budaya dan adat kebiasaan yang menjadi ganjalannya, seperti yang pernah Rasulullah SAW sampaikan bahwa, “Memindah bukit akan lebih mudah dari pada merubah adat kebiasaan masyarakat” . Karena kokohnya mereka berpegang pada adat kebiasaan, maka implementasi ajaran agama belum sampai mendarah daging pada pengikut lantas kemudian para pemimpinnya pula sudah tidak konsen lagi pada prinsip Dasar atau khitoh ajarannya.

Bernasib serupa pada Muhammadiyah; keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah tahun 1927 yang dengan serius disusun pada waktu itu, saat ini sudah mengalami beberapa perubahan kontentnya, dengan munculnya keputusan baru maka keputusan lama sudah tidak berlaku lagi. Alasan pemikiran sederhana yaitu kondisi masyarakat waktu itu tidak sama dengan kondisi saat ini. Bahkan lebih parah lagi, pada sebagian rekan dari Muhammadiyah dor to dor bertugas untuk mengganti buku keputusan lama dengan keputusan baru. Misi ini apakah meniru gaya Vatikan dalam penyebaran pandangannya? Sangat terpaksa hal ini kita kemukakan disini, sebab hal ini adalah sikap keprihatinan dan rasa tanggung jawab sebagai umat atas eksistensi ajaran Islam yang haqiqi. Niscaya bila kondisi semacam ini tetap berlangsung, bahkan mungkin semakin parah. Akan hilanglah ajaran Al Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya pada generasi mendatang.

Demikian juga nasib serupa pada kelompok atau organisasi lainnya, seperti Al-Irsyad atau Persatuan Islam mereka sudah tidak lagi murni mengemban misi dan visinya mulia seperti pada awalnya. Barangkali apabila kita bawakan kedalam sinyalemen Rasulullah SAW dalam sabdanya sebagai berikut: "Sungguh kalian (nanti) akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga seandainya mereka masuk ke lubang biawak, pastilah kalian mengikuti mereka." Aku menyela, "Apakah (mereka itu) orang Yahudi dan Nasrani?" Jawab beliau: "Siapa lagi?" (HR. Bukhari dan Muslim dari Sa'id al-Khudri).

KATA KUNCI

Sebenarnya kunci permasalahan dari kesemuanya ini adalah nilai atau kwalitas jihad yang mewarnai semangkin kendor, baik pada ulama apalagi anggotanya. Hal ini tidak lain disebabkan adanya pengaruh yang setiap saat mengintai untuk mencari lengahnya umat Islam baik itu dari kaum misionaris, yang juga tidak kalah dasyatnya adalah kemilau dunia semakin melekat. Sedangkan umat Islam karena telah semakin simpang siurnya atas hiruk pikuknya faham, keduniawian. Maka makin sulit untuk mau kembali pada tuntunnan Allah Subhanallahu wa Ta’allah maupun petuah-petuah yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW. Kalau mau kita teliti bermunculannya ajaran baru pada akhir-akhir ini sebagaian mendapat support oleh kelompok misionaris barat. Sakib Arslan dalam bukunya menerangkan, bahwa umat Islam saat ini dalam kondisi:
• Jauh dari tuntunan
• Terpecah belah
• Tidak menyatukan dalam visi ke depan
• Kehilangan percaya diri
• Tidak mempunyai figur pemersatu

Kata kunci untuk menjawab dalam hal ini untuk mengantisipasi Ibnu Taimiyyah pernah menyampaikan, bahwa: "Barang siapa yang tidak membaca (mengkaji kembali) Qur'an maka dia telah menjauhi Qur'an, dan barang siapa yang membaca tapi tidak pernah merenungkan isinya maka dia telah menjauhi pula, dan barang siapa yang membaca lalu merenungkan isinya tapi tidak pernah mengamalkannya maka dia juga telah menjauhi qur'an".

Umat Islam telah meninggalkan tuntunannya dikarenakan oleh banyaknya inspirasi yang sengaja atau tidak dimasukkan oleh pihak lain. Baik itu berupa praktik maupun dalam pemahaman ajaran agama ke dalam Islam. Allah Subhanallahu wa Ta’allah mengisyaratkan dalam Surat 25 (Al Furqaan), ayat 28-30:

”Ahh celaka besarlah aku; alangkah sebaiknya (sekiranya di dunia dulu) tidak (ku)jadikan si ableh (fulan) itu sebagai karibku. Sungguh dia itu telah menyesatkanku dari hal Peringatan (petunjuk), setelah kebenran itu datang kepadaku, sebab setan itu telah menyesatkan manusia.” Dan berkatalah Rasul: "Wahai Tuhanku!, sesungguhnya kaumku itu telah menganggap Al Qur’an itu (sebagai) sesuatu yang tidak digubris".

Sebagaimana yg telah disinyalir oleh ulama besar Syeh Moch Abduh, bahwa Agama (dien) Islam akan dirusak oleh umat Islam sendiri. Para ulama yang dulunya sebagai fungsi kontrol dan counter dari anasir-anasir pengrusak dari luar. Saat ini lebih cenderung berfungsi sebagai pelindung atas kesalahan umat. Bentuk pengamalan yang salahpun dicarikan argumentasi yang dibuat-buat, tidak disadari bahwa kesalahan akan tetap kokoh dipertahankan dengan proteksi yang telah direkomendasi ulamanya.

Selamatlah bagi mereka yang mau mengikuti petunjuk.

Sunday, November 05, 2006

Bagaimana dengan Khilafiah

Perlukah “Khilafiah” itu diperbincangkan ? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu masing-masing pihak ada kesadaran dan keihlasan untuk membuka tutupan-tutupan yang menyelimuti hatinya. Karena ada yang memahami bahwa bila perbedaan yang tidak prinsip sebaiknya kita bangun dengan kebersamaan, karena krikil2 kecil ini biasanya ada yang mengompori supaya kita umat Muslim selalu "gontok-gontokan" Demi persatuan dan kerukunan sebaiknya masalah klilafiyah jangan diterangkan.

Memang bila hanya adu argumentasi tidak bakal ketemu titik persamaannya. Maka sadarilah bahwa persatuan yang demikian ini, hanya menguntungkan bagi pihak yang mempunyai kepentingan di dalamnya. Karena kompromi yang mereka ciptakan hanyalah sebagai alat untuk mengalihkan perhatian saja.

Bila tidak waspada, dengan adanya maksud-maksud untuk mengambil alih kekuasaan asset TELKOM melalui kaki tangan mereka, maka pihak competitor sudah lama berjaya mengambil alih infra struktur kita. Dengan cara menciptaka khilafiah pada kalangan lawan mereka. Maka jelaslah, bahwa khilafiah yang ada harus diluruskan. Para pejuang-pejuang SEKAR, bila mereka tidak berhasil maka mereka tidak juga berhenti berjuang walaupun sampai pada titik darah penghabisan akan mereka lakoni. Sampai-sampai menghadap ke tingkat puncak pimpinan pemerintah dan alhamdulillah akhirnya kekhilafan-kekhilafan yang terjadi dapat dikikis habis sampai ke akar-akarnya. Sehingga selamatlah eksistensi asset bangsa.

Allah Subhanallahu wa Ta’allah terkait dengan khilafiah telah mengcounter melalui firman-Nya, pada surat 59 (Al Hasyr) ayat 14.

“…….. kamu kira mereka itu bersatu, tapi (sebenarnya) hati-hati mereka berpecah belah. yang demikian itu dikarenakan mereka adalah kaum yang tidak mengerti.”

Persatuan tetap dalam tekanan seperti yang dialami orang Arab Quraisy pada zaman Jahiliyah semacam yang diisyaratkan pada dari ayat diatas, maka dapat kita ambil pengertian, bahwa tidak semua persatuan membawa kemaslahatan umat. Bersatu atau rukun tapi berselisih, identik dengan kawin paksa. Dengan mahar atau mas kawin yang mahalpun tidak membawa pada kebaikan.. Peringatan Allah Subhanallahu wa Ta’allah pada umat Islam yang mengambil pelajaran pada Nabi Musa as. Dalam menghadapi raja Fir’aun Pharao setelah Nabiullah Musa berpisah kaum Fasiqin, beliau menghindar diri dari rangkulan lawan yang melumpuhkan perjuangan dalam membela yang haq (Islam), beliau menjauhi persatuan yang merugikan. Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran, 118. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan sahabat karibmu selain dari kalanganmu sendiri, mereka selalu saja (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.

Dalam situasi yang demikian Nabiullah Musa berdo’a yang tercantum dalam surat Al Ma’idah ayat 25:

Berkata Musa: "Hai Tuhanku, sesungguhnya aku tidak memiliki (tidak sanggup mengurus) kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Maka dari itu pisahkanlah antara aku dengan kaum yang Fasik itu".

Demikianlah contoh, yang sepatutnya umat Islam mau mentauladani atas peristiwa penghindaran persatuan namun dalam keadaan tekanan dan kefasikan.

Ketahuilah, bahwa persatuan bukanlah merupakan tujuan tapi persatuan adalah dampak atau hasil dari saling keterikatan. Jangan persatuan ibarat air dalam bak, tapi bersatulah ibarat air mengalir menuju muara. Bersatu dan kerukunan yang terbentuk wadah tanpa ada gerak akan menimbulkan wabah penyakit yang membahayakan.

Persatuan yang haqiqi hanya terwujud pada kalangan orang-orang yang mempunyai persamaan visi kedepan. Yaitu pada komunitas yang bersendikan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Nasrul Haq bil haq, bukan dengan banyaknya kebijakan tanpa landasan yang benar. Agama Islam di nomor duakan demi persatuan dam mengikuti kemauan orang perorang atau golongan. Sebagaimana agama Islam adalah agama Tauhid yang hanya tunduk pada Syariat yang diciptakan Allah Subhanallahu wa Ta’allah saja. Selain hal itu, tidak akan dapat taat dan tunduk pada Allah SWT, bila kemusyikan terjadi dari akibat membela kelompok; organisasi maupun golongan. Sebaiknya persatuan yang dibentuk atas dasar ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Kita cermati benar-benar, bahwa dalam Al Qur’an tidak ada perintah dengan kata-kata: Bersatulah atau Rukunlah, namun yang kita dapati adalah kata-kata Jangan bercerai-berai. Makna dari bercerai-berai adalah bila seseorang telah meninggalkan tujuan dari suatu kelompok. Sehingga tidak melepaskan tali ikatan yang bibuat guna mengikat atau disebut dengan aqidah. Sebagaimana firman Allah Subhanallahu wa Ta’allah dalam surat Ali Imran 103, berbunyi:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, “

Persatuan bukanlah menutup mata akan perbedaan, tetapi persatuan merupakan penegasan dari titik pertemuan dari segala pendapat dan perselisihan yang terjadi. Perbedaan pendapat memeng selalu ada, namun perselisihan akan sirna dengan adanya kerelaan dari masing-masing untuk mendapatkan titik temu atas keridhaan Allah Subhanallahu wa Ta’allah. Sebagaimana firman-NYa dalam surat Hud ayat 118;

“Jikalau Tuhanmu menghendaki untuk menjadikan manusia umat yang satu padu, tapi tidak ada hentinya mereka berselisih pendapat; kecuali orang-orang yang mendapat rahmat Tuhanmu (berupa kerukunan)”

Persatuan hanya akan terwujud dalam kalangan yang mempunyai persamaan visi dan misi dalam membela kebenaran Agama Allah Subhanallahu wa Ta’allah dengan jalan yang benar. Dalam arti satu aqidah tidak bertentangan dan berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadits yang betul - betul sahih.